Hubungan Filosofis KHD Dengan Patrap Triloka
Patrap Triloka adalah sebuah konsep pendidikan yang digagas oleh Suwardi Suryaningrat (alias Ki Hadjar Dewantara) selaku pendiri organisasi pergerakan nasional Indonesia yaitu Taman Siswa. Konsep pendidikan ini digagas Suwardi Suryaningrat atas dasar kajiannya terhadap ilmu pendidikan (pedagogi) yang diperoleh dari tokoh pendidikan ternama mancanegara, yaitu Maria Montessori dari Italia dan Rabidranath Tagore dari India. Konsep ini menjadi prinsip dasar para guru dalam melakukan pendidikan di Taman Siswa. Terdapat tiga unsur penting dan terkenal dalam Patrap Triloka, yaitu: (1) Ing ngarsa sung tulada (ꦲꦶꦁꦔꦂꦱꦱꦸꦁꦠꦸꦭꦝ, "yang di depan memberi teladan"), (2) Ing madya mangun karsa (ꦲꦶꦁꦩꦢꦾꦩꦔꦸꦤ꧀ꦏꦂꦱ, "yang di tengah membangun kemauan"), (3) Tut wuri handayani (ꦠꦸꦠ꧀ꦮꦸꦫꦶꦲꦤ꧀ꦢꦪꦤꦶ" dari belakang mendukung").
Filosofi Ki Hajar Dewantara dengan Pratap Triloka memiliki kaitan erat dengan penerapan pengambilan keputusan sebagai seorang pemimpin. Ing ngarso sung tulodo, berarti bahwa seorang pemimpin (guru) haruslah memberikan sauri tauladan yang baik bagi orang yang dipimpinnya. Guru harus selesai dengan dirinya sendiri yang kemudian ini terefleksikan dalam keteladanan setiap mengambil keputusan terhadap murid-murid dan orang-orang disekitarnya. Inilah prinsip pertama yang harus dimiliki oleh seorang guru. Keteladanan menjadi sebuah hal yang penting karena akan berpengaruh pada tingkat kepercayaan orang-orang yang dipimpinnya terhadap dirinya. Ing madya mangun karsa artinya guru (pemimpin) harus bisa bekerja sama dengan orang yang didiknya (murid). Sehingga pembelajaran yang dilakukan akan terasa mudah atau ringan dan akan semakin mempererat hubungan antara guru dengan murid, namun tidak melanggar etika jalur pendidikan. Dengan menerapkan ing madya mangun karsa, guru diharapkan mampu menjadi rekan sekaligus sebagai pengganti orang tua murid, sehingga guru mampu mengetahui kebutuhan belajar murid. Salah satu kebutuhan belajar murid adalah keterampilan mengambil keputusan. Karena itu dengan ing madya mangun karsa guru dapat melakukan coaching terhadap para muridnya dalam mengambil keputusan termasuk keputusan yang mengandung unsur dilema etika yang dihadapi para murid. Dengan demikian potensi murid menjadi lebih berkembang sehingga mampu mengambil keputusan-keputusan yang tepat bagi dirinya. Tut wuri handayani yaitu memberi kesempatan kepada siswa untuk maju dan berkembang. Memberikan ilmu-ilmu dan bekal-bekal yang akan menambah wawasan dan kepintaran murid, guru tidak akan rugi. Inilah fungsi seorang guru sebagai coach dan motivator, ia mampu mendorong kinerja murid untuk terus berkembang dan maju serta mampu mengambil keputusan-keputusan yang tepat untuk mengembangkan potensi yang dimilikinya.
Bagaimana nilai-nilai yang tertanam dalam diri kita, berpengaruh kepada prinsip-prinsip yang kita ambil dalam pengambilan suatu keputusan?
Guru seyogyanya memiliki nilai-nilai positif yang sudah tertanam dalam dirinya. Nilai-nilai positif yang mampu mempengaruhi dirinya untuk menciptakan pembelajaran yang berpihak pada murid. Nilai-nilai tersebut diberi nama nilai kebajikan, di antaranya keadilan, tanggung Jawab, kejujuran, bersyukur, lurus hati, berprinsip, integritas, kasih Sayang, rajin, komitmen, percaya Diri, kesabaran, dan masih banyak lagi. Mengajarkan nilai-nilai kebajikan merupakan hal kunci yang perlu diajarkan kepada murid-murid kita.
Sebagai Calon Guru Penggerak, tentunya ada beberapa nilai yang harus dipegang seperti nilai mandiri, reflektif, kolaboratif, inovatif dan berpihak pada murid. Nilai-nilai positif tersebut merupakan prinsip yang dipegang teguh ketika kita berada dalam posisi yang menuntut kita untuk mengambil keputusan dari dua pilihan yang secara logika dan rasa keduanya benar, berada situasi dilema etika (benar vs benar) atau berada dalam dua pilihan antara benar melawan salah (bujukan moral) yang menuntut kita berpikir secara seksama untuk mengambil keputusan yang benar. Keputusan tepat yang diambil tersebut merupakan buah dari nilai-nilai positif yang dipegang teguh dan dijalankan oleh kita. Nilai-nilai positif akan mengarahkan kita mengambil keputusan dengan resiko yang sekecil-kecilnya. Keputusan yang mampu memunculkan kepentingan dan keberpihakan pada peserta didik. Nilai-nilai positif mandiri, reflektif, kolaboratif, inovatif serta berpihak pada murid adalah manifestasi dari pengimplementasian kompetensi sosial emosional kesadaran diri, pengelolaan diri, kesadaran sosial dan keterampilan berinteraksi sosial dalam mengambil keputusan secara berkesadaran penuh untuk meminimalisir kesalahan dan konsekuensi yang akan terjadi.
Kaitan antara kegiatan ‘coaching’
(bimbingan) yang diberikan pendamping atau fasilitator dalam dalam pengujian
pengambilan keputusan
Coaching adalah ketrampilan yang
sangat penting dalam menggali suatu masalah yang sebenarnya terjadi baik
masalah dalam diri kita maupun masalah yang dimiliki orang lain. Dengan langkah
coaching TIRTA, kita dapat mengidentifikasi masalah apa yang sebenarnya terjadi
dan membuat pemecahan masalah secara sistematis. Konsep coaching TIRTA sangat
ideal apaila dikombinasikan dengan sembilan langkah konsep pengambilan dan
pengujian keputusan sebagai evaluasi terhadap keputusan yang kita ambil.
Pembimbingan yang telah dilakukan
oleh pendamping praktik dan fasilitator telah membantu saya berlatih
mengevaluasi keputusan yang telah saya ambil. Apakah keputusan tersebut sudah
berpihak kepada murid, sudah sejalan dengan nilai-nilai kebajikan universal dan
apakah keputusan yang saya ambil tersebut akan dapat saya pertanggung jawabkan.
TIRTA merupakan model coaching yang dikembangkan
dengan semangat merdeka belajar. Model TIRTA menuntut guru untuk memiliki
keterampilan coaching. Hal ini penting mengingat tujuan coaching, yaitu untuk
melejitkan potensi murid agar menjadi lebih merdeka. TIRTA adalah
satu model coaching yang diperkenalkan dalam Program Pendidikan Guru Penggerak
saat ini. TIRTA dikembangkan dari Model GROW. GROW adalah
akronim dari Goal, Reality, Options dan Will.
Goal (Tujuan): coach perlu mengetahui apa tujuan
yang hendak dicapai coachee dari sesi coaching ini,
Reality (Hal-hal yang nyata): proses menggali semua
hal yang terjadi pada diri coachee,
Options (Pilihan): coach membantu coachee dalam
memilah dan memilih hasil pemikiran selama sesi yang nantinya akan dijadikan
sebuah rancangan aksi.
Will (Keinginan untuk maju): komitmen coachee
dalam membuat sebuah rencana aksi dan menjalankannya.TIRTA akronim
dari :
T : Tujuan
I : Identifikasi
R : Rencana aksi
TA:
Tanggung jawab
Pengaruh kemampuan guru dalam
mengelola sosial emosional terhadap pengambilan suatu keputusan dilema etika
Seorang guru
dituntut untuk memiliki kemampuan dalam mengelola dan menyadari sosial
emosionalnya dalam mengambil suatu keputusan karena kondisi sosial emosional
guru yang stabil dan baik akan memberi pengaruh pada hasil keputusan yang
diambilnya. Maka untuk menstabilkan sosial emosional guru dalam megambil
suatu keputusan, seorang guru perlu memiliki kompetensi kesadaran diri
(self awareness), Pengelolaan diri ( self managemen), kesadaran soial (social
awareness), dan keterampilan berhubungan sosial (realtionship skilis). Dengan
kompetensi tersebut maka diharapkan guru akan mampu mengambil suatu keputusan
dengan tepat.
Pembahasan studi kasus yang fokus pada masalah moral atau etika kembali kepada nilai-nilai yang dianut seorang pendidik
Seorang pendidik ketika dihadapkan dengan kasus-kasus yang fokus terhadap masalah moral dan etika, baik secara sadar atau pun tidak akan terpengaruh oleh nilai-nilai yang dianutnya. Nilai-nilai yang dianutnya akan mempengaruhi dirinya dalam mengambil sebuah keputusan. Jika nilai-nilai yang dianutnya nilai-nilai positif maka keputusan yang diambil akan tepat, benar dan dapat dipertanggung jawabkan dan begitupun sebaliknya jika nilai-nilai yang dianutnya tidak sesuai dengan kaidah moral, agama dan norma maka keputusan yang diambilnya lebih cenderung hanya benar secara pribadi dan tidak sesuai harapan kebanyakan pihak.Kita tahu bahwa Nilai-nilai yang dianut oleh Guru Penggerak adalah reflektif, mandiri, inovatif, kolaboratif dan berpihak pada anak didik. Nilai-nilai tersebut akan mendorong guru untuk menentukan keputusan masalah moral atau etika yang tepat sasaran, benar dan meminimalisir kemungkinan kesalahan pengambilan keputusan yang dapat merugikan semua pihak khususnya peserta didik.
Pengambilan keputusan yang
tepat berdampak pada terciptanya lingkungan yang positif, kondusif, aman dan
nyaman
Pengambilan keputusan yang tepat
tekait kasus-kasus pada masalah moral atau etika hanya dapat dicapai jika
dilakukan melalui 9 langkah pengambilan dan pengujian keputusan. Dapat
dipastikan bahwa jika pengambilan keputusan dilakukan secara akurat melalui
proses analisis kasus yang cermat dan sesuai dengan 9 langkah tersebut, maka
keputusan tersebut diyakini akan mampu mengakomodasi semua kepentingan dari
pihak-pihak yang terlibat , maka hal tersebut akan berdampak pada terciptanya
lingkungan yang positif, kondusif, aman dan nyaman.
Kesulitan-kesulitan dalam pengambilan keputusan terhadap kasus-kasus dilema etika
Dalam kasus dilema etika, pada dasarnya apapun keputusan yang kita ambil dapat dibenarkan secara moral. Akan tetapi perlu memperhatikan prinsi-prinsip dalam pengambilan suatu keputusan. Kita harus berfikir hasil akhir dari keputusan kita yang sesuai dengan prinsip berpikir berbasis hasil akhir (end based thinking), kita juga harus melihat peraturan yang mendasari keputusan yang kita ambil (berpikir berbasis peraturan-rule based thinking) serta kita harus menciptakan lingkungan yang positif, kondusif, aman dan nyaman sesuai dengan prinsip berpikir berbasis rasa peduli (care based thinking). Perubahan tidak dapat dibangun dalam waktu yang singkat. Paradigma yang sudah tertanam begitu lama di benak warga sekolah (kepala sekolah, guru, murid, wali murid dan masyarakat) dan telah menjadi budaya tentu akan menjadi sebuah tantangan dan sulit dihilangkan. Kasus dilema etika pun masih akan menjadi bagian dalam skenario di lingkungan sekolah. Jadi kita harus fokus pada proses dan langkah perubahan yang telah dibuat meskipun perjalanan masih panjang, seterjal apapun jalan yang dilalui dan sebesar apapun batu yang menghalangi akan ada celah meski hanya dari beberapa dukungan dan semangat.
Pengaruh pengambilan keputusan terhadap pengajaran yang memerdekakan murid-murid
"Beban dan amanah kepemimpinan adalah mengimbangi semua prioritas yang terpenting. Tugas saya dalam pendidikan adalah melakukan yang terbaik. Apa yang diinginkan kadang-kadang belum tentu itu yang terbaik. Dan untuk membuat perubahan, apalagi perubahan transformasional, pasti ada kritik. Sebelum mengambil keputusan, tanyakan, apakah yang kita lakukan berdampak pada peningkatan pembelajaran murid?" (Nadiem Makarim, 2020).
Petikan pidato Mendikbudristek di atas menegaskan bahwa tujuan akhir dari pembelajaran yang kita lakukan adalah merdeka belajar. Merdeka belajar berarti siswa bebas untuk mencapai kodrat alamnya (mengembangkan potensinya) tanpa ada tekanan dari pihak manapun. Siswa juga dapat mencapai kebahagiaannya sesuai dengan potensi yang dia miiki. Maka keputusan yang kita ambil tidak boleh merampas kebahagiaan siswa dan juga merampas potensi yang dimiliki siswa. Dengan kata lain setiap keputusan yang diambil harus berpihak pada murid. Karena seyogianya seorang guru menghamba pada murid.
Keputusan pemimpin pembelajaran dapat mempengaruhi kehidupan atau masa depan murid-muridnya
Untuk mengambil keputusan sebagai pemimpin pembelajaran, kita harus benar- benar memperhatikan kebutuhan belajar murid. Jika keputusan yang kita ambil sudah mempertimbangkan kebutuhan murid maka murid akan dapat menggali potensi yang ada dalam dirinya dan kita sebagai pemimpin pembelajaran dapat memberikan pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan belajarnya dan menuntun murid dalam mengembangkan potensi yang dimiliki sehingga keputusan kita dapat berpengaruh terhadap keberhasilan dari murid di masa depannya nanti. Pendidik yang mampu mengambil keputusan secara tepat akan memberikan dampak akhir yang baik dalam proses pembelajaran sehingga mampu menciptakan well being murid untuk masa depan yang lebih baik.
Kesimpulan Akhir
Guru sebagai pendidik yang peran
utamanya adalah "menuntun" segala kodrat yang dimiliki oleh anak,
baik kodrat alam maupun kodrat zamannya, agar anak meraih kemerdekaannya dalam
belajar. Dibutuhkan nilai-nilai kebajikan
agar setiap keputusan yang diambil oleh guru merupakan keputusan yang
paling tepat dengan resiko yang paling minim bagi semua pihak, terutama bagi
kepentingan /keberpihakan pada anak didik kita. Nilai-nilai kebajikan tersebut
dapat berupa : keadilan, tanggung Jawab, kejujuran, bersyukur, lurus hati,
berprinsip, integritas, kasih Sayang, rajin, komitmen, percaya Diri, kesabaran,
dan masih banyak lagi.
Selain itu, diperlukan kompetensi kesadaran diri (self awareness), pengelolaan diri (self management), kesadaran sosial (social awareness) dan keterampilan berhubungan sosial (relationship skills) untuk mengambil keputusan. Pengambilan keputusan yang bertanggung jawab adalah kemampuan seseorang untuk membuat pilihan-pilihan yang konstruktif terkait dengan perilaku pribadi serta interaksi sosial mereka berdasarkan standar etika, pertimbangan keamanan dan keselamatan, serta norma sosial (CASEL). Diharapkan proses pengambilan keputusan dapat dilakukan secara sadar penuh (mindful), sadar dengan berbagai pilihan dan konsekuensi yang ada.
Setiap keputusan yang kita ambil akan ada konsekuensi yang mengikutinya, dan oleh sebab itu setiap keputusan perlu berdasarkan pada rasa tanggung jawab, nilai-nilai kebajikan universal dan berpihak pada murid. Sebagai upaya pengambilan keputusan yang tepat, yang berdampak pada terciptanya lingkungan yang positif, kondusif, aman dan nyaman dapat dilakukan dengan bebrapa tahap berikut, yaitu :
- Mengidentifikasi jenis-jenis paradigma dilema etika yang sesui dari
suatu kasus
- Memilih dan memahami 3 (tiga) prinsip yang dapat dilakukan untuk
membuat keputusan dalam dilema pengambilan keputusan.
- Menerapkan 9 langkah pengambilan dan pengujian keputusan yang
diambil dalam dilema etika
- bersikap reflektif, kritis, dan kreatif dalam proses tersebut